Model Pengembangan Diri Siswa

 

                       Foto siswa sedang mengukur spree

Guree.id, LHOKSEUMAWE, Tidak semua lulusan SMA melamjutkan ke Perguruan Tinggi, fenomena ini dapat dilihat di lingkungan sekolah masing-masing kita sebagai guru, tendik dan Kepala sekolah. Pertanyaan yang perlu dicari jawabannya, kemana mereka setelah tamat SMA, apakah bekerja sebagai tukang cuci mobil atau buruh bangunan atau harlan atau dan lainnya. Jika memang ya pekerjaan tersebut yang dilakukan oleh seorang tamatan SMA sungguh tidak berguna Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) yang diberikan sekolah.  Idealnya tamat sekolah jenjang SMA harus melanjutkan Perguruan Tinggi, tetapi kenyataan tidak seperti demikian.  Ada juga yang tamatan SMA menjadi pengusaha sukses itu tidak bisa dipungkiri berkat Petunjuk Allah, kemudian kegigihan dan keuletan yang dilmikinya sangat berkorelasi seorang itu suikses.

Melihat kondisi Tamatan SMA yang demikian kiranya sekolah dapat memberikan pendidikan keterampilan kepada peserta didik. Peserta didik yang kurang mampu dalam bidang akademik atau tidak mampu berpikir tingkat tinggi sangat tepat mereka dibekali dengan kompetensi kecakapan hidup (life skill). Pengembanagn diri siswa harus dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi kehidupan peserta didik kelak. Pengembangan diri tidak hanya terbatas pada ektrakurikulker olahraga seperti Silat, Karate, Taekuondo dan sejenisnya. Tetapi bisa dikemas dalam bentuk keterampilan jasa dan teknik, istilah saya gunakan sewaktu belajar di SMP pada tahun tujuh puluhan. Kondisi hari ini disesuaikan saja dengan tren kecakapan hidup yang bagaimana yang dibutuhkan.

Pengembangan diri yang kami laksanakan di SMA Negeri 7 Lhokseumawe adalah menjahit dan Bordir kasab Aceh. Pemilihan ini cukup beralasan, pertama minat siswa memilih menjahit cukup banyak, sekitar  25% dari jumlah siswa kelas X. Kedua, kami ingin melestarikan budaya Aceh yaitu kasab yang merupakan warisan indatu kita.  Pada umumnya yang memilih menjahit adalah siswi, dan kami juga mungkin terinpirasi dengan tingginya minat siswa ke Prodi Fashion pada salah satu SMK di Lhokseumawe.

Berdasarkan fenomena dan pengamatan yang kami lakukan maka dilanjutkan dengan analisis SWOT.

1. Kekuatan yang ada pada kami adalah  ada guru yang memiliki kompetensi menjahit dan merajut kasab Aceh  dan ada siswa yang berminat untuk belajar menjahit dan bordir Aceh

2. Kelemahan, belum memiliki mesin jahit dan kelengkapannya;

3. Peluang, sebagai produk yang dibutuhkan setiap orang;

4. Tantangan dan ancaman, persaingan dengan konveksi.

Kekuatan dan peluang mendekati sempurna,  maka kami memberanikan diri untuk menggerakkan dan mengembangkan kecakapan hidup siswa dan warga sekolah.

Dukungan komite dan stakeholder

Dalam rapat dewan guru dan tendik saya kemukakan rencana program pengembangan diri siswa, ternyata responsif positif. Sebelumnya saya identifikasi kebolehan guru melalui langsung atau tak langsung. Berbicara dengan ketua komite bapak H. Nurdin Daud, beliau merespon sangat positif dan menyumbangkan satu unit mesin jahit. Setiap tokoh masyarakat yang saya sampaikan program pengembangan diri siswa bidang menjahit dan bordir respon sangat positif.

Mulailah kami menyusun rencana yang dituangkan dalam RKJM, RKT dan RKAS. Kendala yang kami hadapi di lapangan, belajar tidak normal, belajar daring, tatap muka terbatas sehingga belum maksimal  dalam pembinaan siswa. Kami yakin ini langkah awal untuk menuju sekolah plus, plus keterampilan dan berbudi luhur. Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi akademik dan kecakapan hidup serta berakhlak mulia. Semoga usaha ini mendapat ridha Allah Subhana hua Ta'ala. Saya mengajak rekan kepala sekolah dan guru agar dapat merencanakan pengembangan diri siswa dengan baik, mari saling tukar informasi.  

     Foto siswa sedang mengukur bakal jahitan

Kami memulai kegiatan praktik dengan mesin jahit tua dan fasilitas meja potong sebesar lantai, tidak ada masalah karena konsep kami bagaimana caranya memaksimalkan hasil dengan fasilitas yang minim. Sambutan anak-anak cukup bersemangat walaupun di awal program kami memulai dengan menjahit Spree dan sarung bantal, Mukena dan Jilbab.  Kami  menjalin kerja sama dengan Toko Taylor Tunas Muda , usaha konveksi seragam sekolah dan umum. H. Ramli Owner Konveksi Tunas Muda ketika kami utarakan program yang akan kami jalankan di sekolah, beliau menawarkan bersedia mendidik dan melatih siswa kami untuk menjahit pakaian seragam sekolah. Beliau mau melatih dari awal, ini yang luar biasa atas kerja sama dengan mitra, mudah-mudahan dapat berlanjut.

Program menjahit dan bordir tidak berhenti pada hanya sebatas memiliki kompetensi peserta didik di bidang keterampilan, tetapi bagaimana bisa menghsasilkan produk yang bisa dikomersilkan. Untuk itu sangat tergantung kepada Banroll harga dan pemasaran.  Terlalu dini jika bicara ke arah produk dan mutu, biarlah teknik pengendalian mutu dan pemasaran produk pengembanagn diri siswa akan dibahas tersendiri. Harapan Program menjahit dan bordir kasab Aceh menjadi kunci pengembangan diri siswa SMA Negeri 7 Lhokseumawe.

Demikian yang dapat saya share kali ini, ikuti terus www.guree.id.

0 Comments