Idul Adha 1446 H., Hikmah dan Pelajaran dari Kisah Perjalanan Hidup Nabi Ibrahim

Guree.id, Lhokseumawe - Kita mengucap syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas kesempatan yang telah diberikan-Nya untuk melaksanakan Shalat Idul Adha. Shalawat senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam.

Nabi Ibrahim, bapak para Nabi yang hidup sekitar 3000 tahun yang lalu, tetapi kisah kehidupannya masih sangat relevan dan patut menjadi contoh bagi kita. Di tengah kemudahan zaman modern yang serba instan, ada pertanyaan besar yang perlu kita renungkan, yaitu: apakah kita benar-benar merasakan kebahagiaan?

Kenyataan hari ini menunjukkan bahwa banyak orang mengalami depresi, stres, bahkan hingga penyakit fisik seperti stroke karena kesedihan dan ketakutan dalam menjalani kehidupan. Di sinilah keimanan kepada Rabbunallah menjadi solusi yang efektif untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim.

Banyak anak hari ini kehilangan sosok orang tua, dan mereka merasa kebingungan tanpa arah siapa yang akan membimbing dan melanjutkan perjalanan kehidupan mereka. Kisah Nabi Ibrahim yang diusir oleh orang tuanya ketika usianya 15 tahun, bahkan sampai dihadapkan pada api yang seharusnya membakarnya namun menjadi dingin atas kuasa Allah, mengajarkan kita tentang ketabahan dan ketaqwaan.

Ketika Ibrahim meninggalkan Hajar bersama bayi Ismail di tengah gurun tandus tanpa makanan dan air, secara nalar seharusnya tidak mungkin untuk bertahan hidup. Namun, keimanan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar terhadap Allah membuahkan keajaiban, di mana saat Hajar mencari air antara Shafa dan Marwah, mata air pun muncul karena pertolongan Allah.

Allah sekali lagi menguji kesabaran Nabi Ibrahim ketika Ismail telah dewasa, anak tunggal yang dicintainya, dengan perintah untuk menyembelihnya. Nabi Ibrahim memahami bahwa Ismail adalah anugerah dari Allah, dan kapan pun Allah mencabutnya, itulah hak-Nya.

Di khutbah terakhir Rasulullah pada musim haji yang disebut haji wada', beliau menyampaikan pesan tegas bahwa darah, harta, dan kehormatan seorang Muslim adalah haram untuk disakiti, sebagaimana suci tanah di hari itu. Praktik-praktik dalam kehidupan sehari-hari harus selaras dengan ajaran agama agar mencapai kebahagiaan yang hakiki. Menjauhi zalim terhadap sesama manusia penting, karena pahala dan amal yang dilakukan akan berpindah kepada orang yang dizalimi.

Demikian khutbah singkat Hari Raya Idul Adha 1446 H. yang disampaikan oleh khatib Ust. Imanullah Karim, S. Si.,M.Si.

0 Comments