Akte Nikah Saksi Bisu Romantisme Cinta Masa Smea (Serial Kehidupan)

GUREE.ID, LHOKSEUMAWE, 24 Desember 2020, Secara tidak sengaja Allah pertemukan saya dengan salah seorang Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) ngopi istirahat menjelang siang di sebuah Cafe. Ada sebuah pertanyaan yang saya ajukan ke beliau yaitu apa bisa tanggal di buku nikah dibuat manual karena sekarang online dengan Kemendagri. Kasus yang terjadi pada salah seorang pasangan pengantin, menikah nya di bulan November, dan ternyata ada kesalahan alamat di KK pada data yang terkoneksi dengan kependudukan di catatan sipil. Pengantin pria melapor ke Kantor catatan sipil untuk perbaikan. Satu bulan kemudian sudah sinkron data di Kemenag dalam hal ini KUA dengan yang tertera di KK. Anehnya print out Buku nikah tanggal perbaikan bukan tanggal menikah yang sebenarnya dengan alasan online tidak bisa dirubah.

Tua anak dengan buku nikah

Jawaban beliau Kepala KUA bisa, jika tidak bisa ini merugikan pasangan pengantin yang kemudian menjadi calon ayah dari anak-anak yang dilahirkan. Ketika anaknya lahir jangan  tua anak dengan  buku nikah orang tua,  dan ini bermasalah, karena tidak bisa menikahkan anaknya suatu saat kelak. Ilustrasinya seperti ini, menikah di bulan November, lahir anak tujuh bulan kemudian berarti sah anaknya karena sekurang-kurangnya 6 bulan 10 hari dan maksimal 9 bukan 10 hari seorang ibu mengandung. Jika di buku nikah tertera Desember berarti anak lahir 6 bulan kemudian, inilah yang dimaksud tua anak dengan buku nikah orang tuanya. Dengan demikian anak tersebut lahir di luar nikah.

Inilah masalah besar dalam kehidupan ini, berarti si Ayah di atas tidak berhak menikahkan anak tersebut. Kesimpulan buku nikah harus diubah sesuai dengan fakta. 
Dialog kami terus berjalan sambil menikmati secangkir kopi espresso, Apa bisa ketahuan kalau anak yang mau dinikahkan orang tuanya lebih tua akte kelahiran anak dengan buku nikah orang tuanya.  Ya, karena buku nikah orang tua harus dibawa ketika pada saat mau menikahkan anaknya. Beliau bercerita pengalaman sangat berharga buat kita dan kemaslahatan hidup orang muslim. Suatu hari seorang pengusaha sukses di Jakarta pulang ke Kota kelahirannya dengan hajat ingin menikahkan putrinya. Berdasarkan data yang masuk ke KUA bahwa pengusaha tadi tidak berhak menikahkan si putri dengan alasan bahwa lebih tua akte kelahiran anak dengan buku nikah orang tua. Terjadilah perang mulut, pengusaha berkata dia kan putri saya, anak saya, saya yang harus menikahkan.  Tidak ada titik temu lalu bubar, keluarga mempelai wanita pulang ke rumah. 

Hari berikutnya pihak KUA memanggil ibu si putri, apa yang terjadi. Ibunya menangis sejadi-jadinya dan menyesal terus  berucap di depan kepala KUA, sudahlah pak cukup saya yang menanggung  dosa, jangan ada warisan dosa buat anak saya. artinya si pengusaha tadi suaminya tidak berhak menikahkan si putri, karena putri bernasab pada ibunya, bukan bapaknya. Jelas kelahiran putri lebih tua dari pada tanggal pernikahan ibunya. Maka si putri dinikahkan oleh Kepala KUA atas wakilah ibunya. Ternyata si putri yang manis molek buah cinta buta mereka semasa detik-detik terakhir salah satu SMEA di Kota kelahirannya.

Sahabat guree.id, kasus di atas tidak sedikit di muka bumi ini, yang menggelembung ke atas hanyalah beberapa saja. Kepada siapa anak harus memanggil ayahnya dan apa bisa fakta ini dikaburkan demi mempertahankan cinta buta masa lalu. Bagaimana status putri kemudian. Betapa banyak ayah yang menikahkan putrinya, yang sebenarnya bukan anaknya secara syar'i, tetapi secara biologis ya anaknya. 
Ada juga pendapat, anak kan tidak bersalah, yang bersalah orang tuanya. Benar, tetapi jangan melegalkan nasab yang tidak jelas. Haruslah berhati-hati dalam masalah ini. Selamatkan generasi berikutnya dari ketidaktahuan tentang keturunan. Bagi orang tua, berkatalah yang jujur, jangan ada hal yang disembunyikan. Saya mengapresiasi sikap ibu si putri di atas. Semoga ibu yang lain yang mengalami kasus yang sama jangan pertahankan gengsi. Carilah penyelesaian hukum yang patut kepada ahlinya.

Tulisan ini bukan untuk menggurui tetapi saling  mengingatkan. 

0 Comments